Cinta
dan Perkawinan
A.
Pengertian Cinta dan Perkawinan
a)
Cinta
Cinta adalah sebuah perasaan yang hanya dapat
dirasakan oleh orang yang merasakan tersebut. Tidak dapat dilihat seperti apa
bentuknya serta besarnya. Cinta adalah perasaan dalam hati yang dapat memberi
pengaruh besar dalam kehidupan seseorang. Secara umum, cinta yang dapat
dikatakan sejati adalah cinta yang tidak dapat tergantikan. Pada suatu saat,
sepasang kekasih akan menikah dan cinta yang dirasakan adalah cinta yang
sejati. Tetapi hal tersebut belum tentu benar adanya. Pernikahan bukanlah
satu-satunya hal yang dapat menggambarkan sebuah perasaan cinta yang sejati.
Contohnya rasa cinta orangtua kepada anak-anaknya tanpa ada ikatan pernikahan
namun cinta itu akan kekal dan bersifat sejati.
Maka
dari yang telah disebutkan sebelumnya, cinta menurut ajaran Islam yaitu rasa
kasih sayang yang muncul dari hati. Bukan karena urusan duniawi dan tentu saja
bukan dengan disertai perbuatan dosa seperti zina. Hal-hal semacam itu
sebenarnya tidak dibenarkan dan bukan merupakan makna cinta yang sesungguhnya.
Yang terpenting, dalam membina sebuah hubungan dengan pasangan harus disertai
dengan akhlak yang mulia dan patuh terhadap perintah Allah SWT. Antara
laki-laki dan perempuan memang diberi anugerah akan rasa sayang, rasa yang
tidak dapat dipaksakan. Itulah cinta sejati yang sesungguhnya antara
laki-laki dan perempuan, semoga sedikit ulasan ini dapat bermanfaat untuk Anda
semua.
b) Perkawinan
Perkawinan disebut juga
"pernikahan", yang berasal dari kata "nikah" yang menurut
bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti
bersetubuh.
Dalam konteks hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya adalah:
"Perkawinan menurut syara' yaitu akad yang ditetapkan syara' untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki". Sedangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam konteks hukum Islam, terdapat beberapa definisi, di antaranya adalah:
"Perkawinan menurut syara' yaitu akad yang ditetapkan syara' untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki". Sedangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pernikahan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa.
B.
Memilih Pasangan
Tentunya setiap
orang mempunyai kriteria masing-masing dalam memilih pasangan apalagi pasangan
tersebut nantinya akan menjadi pendamping hidup selamanya dan dalam memilih pasangan
pun juga selalu ada skala atau point-point yang dibuat dalam mencari pasangan
yang tepat misalnya dari segi keyakinan, latarbelakang keluarga, pendidikan,
fisik, tingkah laku dan tutur kata dan yang lainnya.
Ada beberapa
kriteria dalam memilih pasangan yang baik dan inshaallah nantinya menjadi
pendamping yang setia dan baik, yaitu :
1)
Taat kepada Allah dan Rasul-Nya
Ini adalah kriteria utama dan terpenting
dalam memilih pasangan hidup dan ini berlaku bagi siapa saja baik itu perempuan
ataupun laki-laki. Dalam firmannya Allah SWT berfirman, “ sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling
bertaqwa.” (QS. Al-Hujurat : 13).
2)
Al- Kafa’ah (sekufu)
Yang dimaksud
dengan sekufu atau al kafa’ah -secara bahasa- adalah sebanding dalam hal
kedudukan, agama, nasab, rumah dan selainnya (Lisaanul Arab, Ibnu
Manzhur). Al Kafa’ah secara syariat menurut mayoritas ulama adalah sebanding
dalam agama, nasab (keturunan), kemerdekaan dan pekerjaan. (Dinukil dari Panduan
Lengkap Nikah, hal. 175). Atau dengan kata lain kesetaraan dalam
agama dan status sosial. Banyak dalil yang menunjukkan anjuran ini. Di
antaranya firman Allah Ta’ala,
“Wanita-wanita
yang keji untuk laki-laki yang keji. Dan laki-laki yang keji untuk
wanita-wanita yang keji pula. Wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang
baik. Dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik pula.”
(QS. An Nur: 26)
Maksud dari
arti tersebut adalah bahwa setiap manusia itu pasti ada pasangannya, dan setiap
pasangan itu merupakan cermin dari diri kita. Maka dari itu kita sebagai umat
yang baik selagi bias berbuat baik maka lakukanlah serta jauhi semua larangan
yang ada karena Allah SWT Maha Adil lagi Maha Melihat.
3)
Menyenangkan Bila Dipandang
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits yang telah disebutkan, membolehkan
kita untuk menjadikan faktor fisik sebagai salah satu kriteria memilih calon
pasangan. Karena paras yang cantik atau tampan, juga keadaan fisik yang menarik
lainnya dari calon pasangan hidup kita adalah salah satu faktor penunjang keharmonisan
rumah tangga. Maka mempertimbangkan hal tersebut sejalan dengan tujuan dari
pernikahan, yaitu untuk menciptakan ketentraman dalam hati.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan
di antara tanda kekuasaan Allah ialah Ia menciptakan bagimu istri-istri dari
jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram denganya.” (QS. Ar Ruum:
21)
Maksud dari
arti tersebut bahwa jika kita memandang atau melihat wajah pasangan kita maka
akan muncul perasaan nyaman, karena cerminan wajah kita merupakan wujud dari
hati kita.
4)
Subur (Mampu
Menghasilkan Keturunan)
Di antara
hikmah dari pernikahan adalah untuk meneruskan keturunan dan memperbanyak
jumlah kaum muslimin dan memperkuat izzah (kemuliaan) kaum muslimin. Karena dari
pernikahan diharapkan lahirlah anak-anak kaum muslimin yang nantinya menjadi
orang-orang yang shalih yang mendakwahkan Islam. Oleh karena itulah,
Rasullullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih calon istri yang
subur,
تزوجوا الودود الولود فاني مكاثر بكم الأمم
“Nikahilah
wanita yang penyayang dan subur! Karena aku berbangga dengan banyaknya
ummatku.” (HR. An Nasa’I, Abu Dawud. Dihasankan oleh Al Albani dalam
Misykatul Mashabih) Karena alasan ini juga sebagian fuqoha (para pakar fiqih)
berpendapat bolehnya fas-khu an nikah (membatalkan pernikahan) karena
diketahui suami memiliki impotensi yang parah. As Sa’di berkata: “Jika seorang
istri setelah pernikahan mendapati suaminya ternyata impoten, maka diberi waktu
selama 1 tahun, jika masih dalam keadaan demikian, maka pernikahan dibatalkan
(oleh penguasa)” (Lihat Manhajus Salikin, Bab ‘Uyub fin Nikah hal.
202).
Dan cara memilih calon suami ataupun
pasangan laki-laki carilah lak0laki yang mampu menafkahi dan bertanggungjawab
dengan apa yang dimilikinya termasuk calon istri atau pasangan perempuannya.
Dan cara memilih isteri atau pasangan
perempuan yaitu carilah perempuan yang mampu bertanggungjawab atas dirinya
maksudnya adalah perempuan yang bias menjaga martabatnya serta aurat tubuhnya. Kemudian
carilah perempuan yang taat terhadap suaminya nanti atau pasangan laki-lakinya
karena sebaik-baik pasangan perempuan adalah istri yang soleha dan taat kepada
suaminya.
Simak dulu pendapat Dawn J.
Lipthrott, LCSW, seorang psikoterapis dan juga marriage and relationship
educator and coach, dia mengatakan bahwa ada lima tahap perkembangan dalam
kehidupan perkawinan. Hubungan dalam pernikahan bisa berkembang dalam tahapan
yang bisa diduga sebelumnya. Namun perubahan dari satu tahap ke tahap berikut
memang tidak terjadi secara mencolok dan tak memiliki patokan batas waktu yang
pasti. Bisa jadi antara pasangan suami-istri, yang satu dengan yang lain,
memiliki waktu berbeda saat menghadapi dan melalui tahapannya. Namun anda dan
pasangan dapat saling merasakannya.
Tahap pertama : Romantic Love. Saat ini adalah saat Anda dan pasangan merasakan gelora cinta yang menggebu-gebu. Ini terjadi di saat bulan madu pernikahan. Anda dan pasangan pada tahap ini selalu melakukan kegiatan bersama-sama dalam situasi romantis dan penuh cinta.
Tahap kedua : Dissapointment or Distress. Masih menurut Dawn, di tahap ini pasangan suami istri kerap saling menyalahkan, memiliki rasa marah dan kecewa pada pasangan, berusaha menang atau lebih benar dari pasangannya. Terkadang salah satu dari pasangan yang mengalami hal ini berusaha untuk mengalihkan perasaan stres yang memuncak dengan menjalin hubungan dengan orang lain, mencurahkan perhatian ke pekerjaan, anak atau hal lain sepanjang sesuai dengan minat dan kebutuhan masing-masing. Menurut Dawn tahapan ini bisa membawa pasangan suami-istri ke situasi yang tak tertahankan lagi terhadap hubungan dengan pasangannya. Banyak pasangan di tahap ini memilih berpisah dengan pasangannya.
Tahap ketiga : Knowledge and Awareness. Dawn mengungkapkan bahwa pasangan suami istri yang sampai pada tahap ini akan lebih memahami bagaimana posisi dan diri pasangannya. Pasangan ini juga sibuk menggali informasi tentang bagaimana kebahagiaan pernikahan itu terjadi. Menurut Dawn juga, pasangan yang sampai di tahap ini biasanya senang untuk meminta kiat-kiat kebahagiaan rumah tangga kepada pasangan lain yang lebih tua atau mengikuti seminar-seminar dan konsultasi perkawinan.
Tahap keempat : Transformation. Suami istri di tahap ini akan mencoba tingkah laku yang berkenan di hati pasangannya. Anda akan membuktikan untuk menjadi pasangan yang tepat bagi pasangan Anda. Dalam tahap ini sudah berkembang sebuah pemahaman yang menyeluruh antara Anda dan pasangan dalam mensikapi perbedaan yang terjadi. Saat itu, Anda dan pasangan akan saling menunjukkan penghargaan, empati dan ketulusan untuk mengembangkan kehidupan perkawinan yang nyaman dan tentram.
Tahap kelima : Real Love. “Anda berdua akan kembali dipenuhi dengan keceriaan, kemesraan, keintiman, kebahagiaan, dan kebersamaan dengan pasangan,” ujar Dawn. Psikoterapis ini menjelaskan pula bahwa waktu yang dimiliki oleh pasangan suami istri seolah digunakan untuk saling memberikan perhatian satu sama lain. Suami dan istri semakin menghayati cinta kasih pasangannya sebagai realitas yang menetap. “Real love sangatlah mungkin untuk Anda dan pasangan jika Anda berdua memiliki keinginan untuk mewujudkannya. Real love tidak bisa terjadi dengan sendirinya tanpa adanya usaha Anda berdua,” ingat Dawn.
D.
Penyesuaian dan
Pertumbuhan dalam Perkawinan
Perkawinan tidak berarti mengikat
pasangan sepenuhnya. Dua individu ini harus dapat mengembangkan diri untuk
kemajuan bersama. Keberhasilan dalam perkawinan tidak diukur dari
ketergantungan pasangan. Perkawinan merupakan salah satu tahapan dalam hidup
yang pasti diwarnai oleh perubahan. Dan perubahan yang terjadi dalam sebuah
perkawinan, sering tak sederhana. Perubahan yang terjadi dalam perkawinan
banyak terkait dengan terbentuknya relasi baru sebagai satu kesatuan serta
terbentuknya hubungan antarkeluarga kedua pihak.
Relasi yang
diharapkan dalam sebuah perkawinan tentu saja relasi yang erat dan hangat. Tapi
karena adanya perbedaan kebiasaan atau persepsi antara suami-istri, selalu ada
hal-hal yang dapat menimbulkan konflik. Dalam kondisi perkawinan seperti ini,
tentu sulit mendapatkan sebuah keluarga yang harmonis.
Dalam sebuah
keluarga setidaknya kita menanamkan nilai rasa mengalah atau saling bertukar
pikiran antara pasangan laki-laki maupun perempuan dengan begitu setidaknya
akan meminimalkan terjadinya konflik sehingga dalam pertumbuhan perkawinan
berjalan dengan baik namun tidak sepenuhnya baik tetapi setidaknya kita telah
melakukan atau menanamkan rasa saling menghormati, mengalah antar satu sama
lain serta selalu bertukar pikiran dengan itu juga akan minim timbulnya
ketidakjujuran.
E. Perceraian dan Pernikahan Kembali
Perceraian adalah cerai hidup antara pasangan
suami istri sebagai akibat dari kegagalan mereka menjalankan obligasi peran
masing-masing. Dalam hal ini perceraian dilihat sebagai akhir dari suatu
ketidakstabilan perkawinan dimana pasangan suami istri kemudian hidup terpisah
dan secara resmi diakui oleh hukum yang berlaku (Erna, 1999).
Pernikahan bukanlah
akhir kisah indah bak dongeng cinderella, namun dalam perjalanannya, pernikahan
justru banyak menemui masalah. Menikah Kembali setelah perceraian mungkin
menjadi keputusan yang membingungkan untuk diambil. Karena orang akan mencoba
untuk menghindari semua kesalahan yang terjadi dalam perkawinan sebelumnya dan
mereka tidak yakin mereka bisa memperbaiki masalah yang dialami. Mereka
biasanya kurang percaya dalam diri mereka untuk memimpin pernikahan yang
berhasil karena kegagalan lama menghantui mereka dan membuat mereka ragu-ragu
untuk mengambil keputusan.Sebagai manusia, kita memang mempunyai daya tarik
atau daya ketertarikan yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal
yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan
daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan
karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu
berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang
baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa
daya tarik itu akan mulai menghilang pula.
Esensi dalam
pernikahan adalah menyatukan dua manusia yang berbeda latar belakang. Untuk itu
kesamaan pandangan dalam kehidupan lebih penting untuk diusahakan bersama.
Jika ingin sukses
dalam pernikahan baru, perlu menyadari tentang beberapa hal tertentu, jangan
biarkan kegagalan masa lalu mengecilkan hati, menikah Kembali setelah
perceraian bisa menjadi kan pengalaman, tinggalkan masa lalu dan berharap untuk
masa depan yang lebih baik lagi dari pernikahan sebelumnya.
F. Singe Life
Perkembangan
jaman, perubahan gaya hidup, kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, belum
bertemu dengan pujaan hati yang cocok, biaya hidup yang tinggi, perceraian yang
kian marak, dan berbagai alasan lainnya membuat seorang memilih untuk tetap
hidup melajang. Batasan usia untuk menikah kini semakin bergeser, apalagi
tingkat pendidikan dan kesibukan meniti karir juga ikut berperan dalam
memperpanjang batasan usia seorang untuk menikah. Keputusan untuk melajang
bukan lagi terpaksa, tetapi merupakan sebuah pilihan. Itulah sebabnya, banyak
pria dan perempuan yang memilih untuk tetap hidup melajang.
Persepsi
masyarakat terhadap orang yang melajang, seiring dengan perkembangan jaman,
juga berubah. Seringkali kita melihat seorang yang masih hidup melajang,
mempunyai wajah dan penampilan di atas rata-rata dan supel. Baik pelajang pria
maupun wanita, mereka pun pandai bergaul, memiliki posisi pekerjaan yang cukup
menjanjikan, tingkat pendidikan yang baik.
Alasan yang
paling sering dikemukakan oleh seorang single adalah tidak ingin
kebebasannya dikekang. Apalagi jika mereka telah sekian lama menikmati
kebebasan bagaikan burung yang terbang bebas di angkasa. Jika hendak pergi,
tidak perlu meminta ijin dan menganggap pernikahan akan membelenggu kebebasan.
Belum lagi jika mendapatkan pasangan yang sangat posesif dan cemburu.
Banyak pria
menempatkan pernikahan pada prioritas kesekian, sedangkan karir lebih mendapat
prioritas utama. Dengan hidup melayang, mereka bisa lebih konsentrasi dan fokus
pada pekerjaan, sehingga promosi dan kenaikan jabatan lebih mudah diperoleh.
Biasanya, pelajang lebih bersedia untuk bekerja lembur dan tugas ke luar kota
dalam jangka waktu yang lama, dibandingkan karyawan yang telah menikah.
Kemapanan dan
kondisi ekonomi pun menjadi alasan tetap melajang. Pria sering kali merasa
kurang percaya diri jika belum memiliki kendaraan atau rumah pribadi.
Sementara, perempuan lajang merasa senang jika sebelum menikah bisa hidup
mandiri dan memiliki karir bagus. Mereka bangga memiliki sesuatu yang
dihasilkan dari hasil keringat sendiri. Selain itu, ada kepuasaan tersendiri.
Pelajang juga
menjadi sasaran keluarga untuk dicarikan jodoh, terutama bila saudara sepupu
yang seumuran telah menikah atau adik sudah mempunyai pacar. Sementara orangtua
menginginkan agar adik tidak melangkahi kakak, agar kakak tidak berat jodoh.
Tidak dapat
dipungkuri, sebenarnya lajang juga mempunyai keinginan untuk menikah, memiliki
pasangan untuk berbagi dalam suka dan duka. Apalagi melihat teman yang seumuran
yang telah memiliki sepasang anak yang lucu dan menggemaskan. Bisa jadi, mereka
belum menemukan pasangan atau jodoh yang cocok di hati. Itulah alasan mereka
untuk tetap menjalani hidup sebagai lajang.
Melajang adalah sebuah sebuah pilihan
dan bukan terpaksa, selama pelajang menikmati hidupnya. Pelajang akan
mengakhiri masa lajangnya dengan senang hati jika telah menemukan seorang yang
telah cocok di hati.
Kehidupan melajang bukanlah sebuah hal
yang perlu ditakuti. Bukan pula sebuah pemberontakan terhadap sebuah ikatan
pernikahan. Hanya, mereka belum ketemu jodoh yang cocok untuk berbagi dalam
suka dan duka serta menghabiskan waktu bersama di hari tua.
Sekian dari
tulisan ini, semoga bermanfaat dan bias saling bertukar ilmu. Mohon maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan kata ataupun ada beberapa makna yang
kurang harap maklum.
Daftar Pustaka :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar